Selasa, 08 Maret 2022

hukum jual beli saham

Fikih
Jual Beli Saham dalam Pandangan Islam


Penulis: K.H. M. Shiddiq al Jawi

FIKIH — Ketika kaum muslimin hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah mereka selalu berada dalam timbangan syariat (halal/haram). Khalifah Umar bin Khaththab misalnya, tidak mengizinkan pedagang mana pun masuk ke pasar kaum muslimin kecuali jika telah memahami hukum-hukum muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke dalam dosa riba. (As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, h. 461).

Namun, ketika Khilafah hancur pada 1924, kondisi berubah total. Kaum muslim makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir, yakni sistem kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini karena akar sistem kapitalisme adalah paham sekularisme yang menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk kehidupan ekonomi. 

Walhasil, seperti kata As-Salus, kaum muslimin akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam (ba’idan ‘an al-Islam), seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq al-maliyah) (ibid., h. 464).

Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam. Fakta saham bukan fakta yang berdiri sendiri, tetapi terkait pasar modal sebagai tempat perdagangannya dan juga terkait perusahaan publik (perseroan terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal (stock market).

Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif) yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan inilah yang disebut “efek” (Hasan, 1996).

Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai “surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847).” (Junaedi, 1990).

Sedangkan obligasi (bonds, as-sanadat) adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).

Selain terkait pasar modal, saham juga terkait PT (perseroan terbatas, limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas didefinisikan sebagai “badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,” Modal dasar yang dimaksud, terdiri atas seluruh nilai nominal saham (ibid., pasal 24 ayat 1).

Definisi lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak, serta kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad, et.al., 2000). Jadi sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki.

Perseroan terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya, jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik (go public) di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi “perseroan terbatas terbuka” (Tbk).

Fakta pasar modal adalah sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dengan orang yang membutuhkan modal (pihak issuer/emiten) untuk mengembangkan investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” (Muttaqin, 2003).

Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu:

(1). Emiten, yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari para investor di Bursa Efek.

(2). Perantara Emisi, yang meliputi 3 (tiga) pihak, yaitu:

a. Penjamin Emisi (underwriter), yaitu perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana;

b. Akuntan Publik, yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh emiten wajar atau tidak.

c. Perusahaan Penilai (appraisal), yaitu perusahaan yang berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak.

(3). Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia, badan pelaksana pasar modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan.

(4). Bursa Efek, yakni tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.

(5). Perantara Perdagangan Efek. Yaitu makelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Sedang komisioner adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan.

(6). Investor, adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin, 2003; Syahatah & Fayyadh, 2004).

Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapan pasar perdana (primary market) kemudian pasar sekunder (secondary market). Pasar perdana adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama.

Kedua pihak yang saling memerlukan ini tidak bertemu secara langsung dalam bursa, tetapi melalui pihak perantara seperti dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana inilah, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.

Sedangkan pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir. Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, maka investor tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.

Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam
Para ahli fikih kontemporer sepakat bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya.

Dalil yang mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).

Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata, ”Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i. Dalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut.” (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).

Namun ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.

Aspek inilah yang tampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996; Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004).

Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya.

Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syar’i. Sangat fatal, bukan?

Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437)

Kesimpulan
Memperjualbelikan saham dalam pasar modal hukumnya adalah haram, walau pun bidang usaha perusahaan adalah halal. Maka dari itu, dengan sendirinya keberadaan pasar modal itu sendiri hukumnya juga haram. Hal itu dikarenakan beberapa alasan, utamanya karena bentuk badan usaha berupa PT adalah tidak sah dalam pandangan syariat, karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Wallahualam.[MNews/Rgl]

Rabu, 02 Maret 2022

hukum syarat nikah

CALON ISTERI MENSYARATKAN CALON SUAMI PUNYA HARTA DULU, BOLEHKAH?
 

 

Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Seorang perempuan yang diajak menikah mensyaratkan agar calon suaminya memiliki harta dengan batasan tertentu, baru bisa menikah. Apakah ini boleh? (Ujang, Bogor).

 

Jawab :

Boleh seorang perempuan mensyaratkan agar calon suaminya mempunyai harta dalam jumlah tertentu sebelum menikah. Namun disyaratkan jumlahnya masih dalam batas kesanggupan calon suami. Jika jumlahnya di luar kesanggupan calon suami, maka persyaratan itu batal dan tidak berlaku.

 

Dalil bolehnya membuat persyaratan semacam itu adalah sabda Nabi SAW,"Kaum muslimin [bermuamalah] sesuai syarat-syarat di antara mereka, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau yang mengharamkan yang halal." (HR Abu Dawud no 3120; Ath-Thabrani no 13507).

 

Hadis ini menunjukkan bolehnya kaum muslimin membuat syarat yang mereka tetapkan sendiri (disebut syarat ja'liy) dalam berbagai muamalah mereka, misalnya dalam akad jual beli, ijarah (sewa), syirkah, dan nikah. Namun syarat semacam ini ada batasan syar'i-nya, yakni tidak boleh menyalahi nash/hukum syara'. Sebab Nabi SAW bersabda,"Setiap syarat yang menyalahi Kitabullah adalah batil, meskipun seratus syarat." (HR Bukhari no 2529; Ibnu Majah no 2512). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 1/101; Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah, 3/53; M. Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, h. 238).

 

Selain dalil umum di atas, ada dalil khusus yang membolehkan membuat syarat sendiri dalam pernikahan. Sabda Nabi SAW,"Sesungguhnya syarat yang paling berhak untuk dipenuhi, adalah apa-apa yang dengannya dapat menghalalkan farji bagimu [nikah]." (HR Abu Dawud no 1827; An-Nasa`i no 1056; Ahmad no 16664).

 

Jadi, boleh hukumnya perempuan mensyaratkan calon suaminya mempunyai harta lebih dulu, misal harus mempunyai uang Rp 10 juta, atau mempunyai rumah, mobil, dan sebagainya. Semua syarat ini dibolehkan selama masih berada dalam batas kesanggupan calon suami.

 

Namun jika syarat itu di luar kesanggupan calon suami, syarat itu batal dan tidak berlaku, karena telah menyalahi nash syara'. Sebab syara' telah melarang memberikan beban yang melampaui batas kemampuan seseorang. Allah SWT berfirman (artinya),"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS Al-Baqarah [2]:286). Selain itu, syarat di luar kesanggupan calon suami juga menyalahi nash-nash syara' yang menganjurkan agar nikah dipermudah atau diperingan. Pada saat menjumpai seorang sahabat yang tidak mempunyai apa-apa untuk mahar, Nabi SAW bersabda,"Carilah walau hanya sebentuk cincin dari besi." (HR Bukhari no 4740; An-Nasa`i no 3306; Ahmad no 21783). Mengenai mahar sebagai hak perempuan, Nabi SAW bersabda,"Sebaik-baik mahar, adalah yang paling ringan [bagi laki-laki]." (HR Al-Hakim, dalam Al-Mustadrak no 2692).

 

Kesimpulannya, boleh perempuan mensyaratkan calon suaminya mempunyai harta lebih dulu, selama dalam batas kesanggupan calon suami. Jika di luar kesanggupan, syarat itu batal dan tidak boleh diberlakukan, karena telah menyalahi nash syara'. Wallahu a'lam. [  ]

hukum jual beli emas online


Haram hukumnya memperjualbelikan emas secara online di BukaEmas dan yang semisalnya karena pada jual beli emas secara online tidak terjadi serah terima emas secara segera (al-qabdhu al-fauri) di majelis akad. Bagaimana penjelasannya?

Penulis: K.H. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.S.I.


Muslimah News, FIKIH –

[1] Studi Kasus Jual Beli Emas di Bukalapak

Situs Bukalapak melalui menu BukaEmas memungkinkan netizen melakukan jual beli emas dengan harga emas secara real-time.

Ketentuannya antara lain:

  1. Pembeli harus punya saldo lebih dulu di BukaDompet.
  2. Pembelian emas minimum 0,005 gram. Misal, harga emas Rp500.000 per 1 gram, maka
    boleh membeli emas 0,005 gram seharga Rp2.500.
  3. Pembeli dapat menitipkan emasnya pada BukaEmas setelah membeli emas, tanpa biaya simpan.
  4. Pembeli dapat menarik (mengambil) emas yang sudah dibeli dan dititipkannya) minimum dengan kepingan mulai 0,5 gram dengan membayar biaya sertifikat dan ongkos kirim (tanpa bayar ongkos cetak kepingan emas).
  5. Pembeli dapat menjual kembali emas yang dititipkannya ke BukaEmas, mulai 0,005 gram
    emas dgn kelipatan 0,001 gram.

Dana hasil penjualan akan dimasukkan ke saldo BukaEmas milik pembeli.

Haram hukumnya memperjualbelikan emas secara online di BukaEmas dan yang semisalnya, karena pada jual beli emas secara online tidak terjadi serah terima emas secara segera (al qabdhu al fauri) di majelis akad, padahal syarak telah mewajibkan atau mensyaratkan terjadinya serah terima emas secara segera (al qabdhu al fauri), pada saat terjadinya akad jual beli emas.

Dalilnya sabda Nabi saw.,

الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والشعير بالشعير، والتمر بالتمر، والملح بالملح، مثلًا بمثل، سواء بسواء، يدًا بيد، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم، إذا كان يدًا بيد

Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak,gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).”(HR Muslim no 1587)

Hadis di atas menunjukkan bahwa jual beli emas wajib dilakukan secara yadan biyadin (kontan), atau terjadi serah terima di majelis akad (taqaabudh fi majelis akad).

Dalam jual beli online, tidak terjadi serah terima emasnya secara fisik, maka jual beli emas secara online hukumnya haram.

Emas (adz dzahab) dalam hadis itu berarti emas secara umum (Imam Syaukani, Nailul Authar). Jadi, emas dalam hadis itu mencakup emas dalam bentuk koin dinar emas, emas perhiasan,
bijih emas, emas batangan, dan sebagainya. Dengan kata lain, baik emas itu berfungsi sebagai komoditas, maupun emas berfungsi sebagai alat tukar (uang dinar), hukumnya sama. Yaitu, hukumnya sama-sama haram membeli emas perhiasan secara tidak tunai, sebagaimana haram hukumnya membeli dinar emas secara tidak tunai. Wallahualam.

[2] Studi Kasus Jual Beli Dinar di Tokopedia

Bagaimana cara belanja di Tokopedia? Berikut sekilas langkah-langkahnya sebagaimana dijelaskan di situs beralamat https://www.tokopedia.com/help/article/bagaimana-cara-belanja-di-tokopedia:

  1. Tentukan produk yang ingin dibeli. Kemudian klik Tambah ke Keranjang untuk memasukkan produk ke keranjang belanja dan melanjutkan pencarian produk yang lain. Atau pembeli dapat langsung klik Beli untuk mengisi detail pembelian (jumlah barang, catatan untuk penjual, alamat pengiriman, dan kurir pengiriman) dan melanjutkan ke metode pembayaran.
  2. Di halaman Keranjang, pembeli dapat mengubah jumlah barang, mengisi catatan untuk penjual, menghapus produk, dan menggunakan kode promo atau kupon. Selanjutnya pilih/klik Beli untuk melanjutkan proses belanja.
  3. Pada halaman Pengiriman, pembeli dapat memilih alamat pengiriman dan kurir pengiriman. Pada pilihan alamat tujuan pengiriman, Tokopedia akan memilih alamat utama pembeli sebagai tujuan pengiriman. Untuk mengganti alamat tujuan pengiriman, klik Pilih Alamat Lain. Selanjutnya akan muncul daftar alamat yang dapat dipilih. Jangan khawatir, jika pembeli lupa untuk menggunakan kode promo atau kupon, pembeli juga dapat menggunakan kode promo atau kupon pada halaman ini.
  4. Jika pembeli memilih alamat lain yang ingin dijadikan alamat pengiriman, maka pembeli akan diarahkan kembali ke halaman Pengiriman.
  5. Selanjutnya, pilih kurir pengiriman yang diinginkan pembeli. Tokopedia sudah mengelompokkan kurir pengiriman berdasarkan lama estimasi pengiriman.
  6. Pembeli juga dapat memberikan opsi tambahan seperti Asuransi Pengiriman, pilihan dropshipper (apabila ingin dikirim sebagai dropshipper), menyalurkan Donasi, dan bulatkan tagihan dengan Nabung Emas. Untuk menggunakan promo, pembeli bisa klik Makin hemat pakai promo.
  7. Jika sudah, selanjutnya Pembeli mengklik Pilih Pembayaran.
  8. Pilih metode pembayaran, kemudian klik Bayar. Pembeli harus memastikan membayar sebelum batas waktu yang diberikan habis, agar tidak terjadi pembatalan pesanan.

Review syariat belanja di Tokopedia:

Pertama, persyaratan Asuransi tidak dibolehkan secara syariat.

Kedua, opsi pengiriman ke alamat lain (bukan alamat pembeli) tidak dibolehkan secara syariat.

Ketiga, free ongkir tidak dibolehkan secara syariat, jika pembeli mempunyai saldo di Tokopedia.

Keempat, opsi untuk menunda pembayaran (yang melampaui batas waktu transaksi  di majelis akad), tidak dibolehkan secara syariat.

Tokopedia menjual dinar (syar’i) (4,25 gram emas) dengan harga per 12 Februari 2021 (tanggal akses data) dari Wakala Induk Nusantara di Tokopedia= Rp4.045.000 (empat juta empat puluh lima ribu rupiah).

https://www.tokopedia.com/frebuilding/koin-emas-dinar-wakalanusantara?whid=4307639

Dari langkah-langkah belanja di Tokopedia yang telah diuraikan sebelumnya, jelaslah bahwa:

Pertama, pihak pembeli membayar tunai via virtual account (di majelis akad).

Kedua, pihak penjual tidak menyerahkan dinarnya secara segera (di majelis akad). Dengan demikian, jual beli dinar emas di Tokopedia, tidak terjadi serah terima segera (al qabdhu al fauri), atau yadan biyadin, yang disyaratkan untuk jual beli emas.

Jadi, haram hukumnya memperjualbelikan dinar emas secara online di Tokopedia dan yang semisalnya, karena pada jual beli emas secara online tidak terjadi serah terima emas secara segera (al qabdhu al fauri) di majelis akad. Padahal syara telah mewajibkan atau mensyaratkan terjadinya serah terima emas secara segera (al qabdhu al fauri), pada saat terjadinya akad jual beli emas.

Dalil wajibnya serah terima secara segera (al qabdhu al fauri) untuk emas, sabda Nabi saw.,

الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والشعير بالشعير، والتمر بالتمر، والملح بالملح، مثلًا بمثل، سواء بسواء، يدًا بيد، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم، إذا كان يدًا بيد

Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak,gandum dengan gandum (al-burru bil burri), jewawut dengan jewawut (asy-sya’ir bi asy-sya’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannya (mitslan bi mitslin sawa`an bi sawa`in) dan harus dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin). Dan jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakukan dengan kontan (yadan bi yadin).” (HR Muslim no 1587)

Hadis di atas menunjukkan bahwa jual beli emas, wajib dilakukan secara yadan biyadin (kontan), atau terjadi serah terima di majelis akad (taqaabudh fi majelis akad). Dalam jual beli online, tidak terjadi serah terima emasnya secara fisik, maka jual beli emas secara online hukumnya haram.

Emas (adz dzahab) dalam hadis itu berarti emas secara umum (Imam Syaukani, Nailul Authar). Jadi, emas dalam hadis itu mencakup emas dalam bentuk koin dinar emas, emas perhiasan, bijih emas, emas batangan, dan sebagainya.

Kritik terhadap Pendapat yang Membolehkan Jual Beli Emas Online

Jumhur ulama, di antaranya ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah mengharamkan jual beli emas secara tidak tunai (tidak yadan biyadin). Namun ada sebagian ulama, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim Jauziyyah, yang membolehkan jual beli emas secara tidak tunai (tidak yadan biyadin). Alasannya, emas pada zaman Nabi saw. lebih berfungsi sebagai alat tukar, bukan komoditas. Jika emas itu berkedudukan sebagai komoditas, maka boleh diperjualbelikan secara tidak tunai, seperti komoditi lainnya, seperti baju, dan lain-lain.

Pendapat tersebut tidak dapat diterima, dengan tiga alasan sebagai berikut:

Pertama, bertentangan dengan nas hadis yang bermakna umum (HR Muslim 1587 dan lain-lain), bahwa emas dalam segala bentuknya, baik berbentuk koin dinar (alat tukar) maupun perhiasan emas (komoditas), dipersyaratkan wajib yadan biyadin (terjadi serah terima di majelis akad).

Kedua, hadis yang menjelaskan emas ditukar dengan emas, dan sebagainya (HR Muslim 1587) tidak mengandung ilat (alasan hukum) bahwa emas yang dimaksud adalah dinar (alat tukar).

Ketiga, bertentangan dengan nas hadis yang justru menjelaskan bahwa pada jual beli perhiasan emas tetap berlaku persyaratan umum dalam jual beli emas, yaitu wajib sama beratnya.

Hal ini menunjukkan bahwa perhiasan emas sama hukumnya dengan dinar emas. Dengan kata lain, emas sebagai alat tukar dan emas sebagai komoditas, sama hukumnya, bukan berbeda hukum.

Hadis yang dimaksud adalah HR Muslim sebagai berikut,

عن علي بن رباح اللخمي يقول سمعت فضالة بن عبيد الأنصاري يقول أتي رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وهو بخيبر بقلادة فيها خرز وذهب، وهي من المغانم تباع، فأمر رسول الله – صلى الله عليه وسلم – بالذهب الذي في القلادة فنزع وحده، ثم قال لهم رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: الذهب بالذهب وزنا بوزن. رواه مسلم

Dari Ali bin Rabbah al Lakhmi, dia berkata, aku mendengar Fadhalah bin Ubaid Al Anshari, dia berkata,”Telah didatangkan kepada Rasulullah saw., sedang beliau di Khaibar, sebuah kalung yang mempunyai manik-manik dan emas, yang merupakan ganimah (harta rampasan perang), yang diperjualbelikan. Maka Rasulullah saw. memerintahkan mencabut emasnya dari kalungnya, kemudian Rasulullah saw. bersabda,’Emas ditukar dengan emas, harus sama beratnya.’” (HR Muslim). Wallahualam bissawab. [MNews/Rgl]

Sumber: https://t.me/NgajiShubuh/373