Rabu, 24 Februari 2021

hukum pemasaran network

[Tanya-Jawab] Hukum Pemasaran Sistem Jaringan (Network Marketing)
 18 Februari 2021

Belakangan ini menyebar e-commerce, khususnya Pemasaran Sistem Jaringan (Network Marketing). Pandangan terhadapnya terpecah seputar halal dan haramnya. Pertanyaan saya, apa hukum Pemasaran Sistem Jaringan (Network Marketing)?

Contohnya :
Di awal, perusahaan menawarkan kepada siapa yang ingin bergabung dengan bisnis agar membayar sejumlah uang tertentu untuk mendapatkan situs webnya dengan nama ID seolah-olah itu merupakan izin untuk wakalah.

ID ini, perusahaan memungut biaya yang diambil dari kliennya. Setelah bergabung, ia memulai bisnis sebagai berikut.

Pertama dibagi menjadi dua bagian: Agen mulai memasarkan dan menjual produk, yang diketahui harganya dan benar-benar ada (riil), tidak ada gharar di dalamnya. Dia harus mencapai target, yang dimaksudkan, untuk mendapat komisi persentase tertentu yang diberikan perusahaan kepada agen karena menjual produk ini.

Perlu diketahui, bahwa agen itu mentransfer informasi tentang pembeli ke perusahaan dan perusahaan mengirim produknya dan memberi agen nisbah komisinya tanpa kepemilikan agen untuk produk itu, dari sisi bahasa agen itu adalah seorang pemasar dan bukan penjual produk ini, ini di satu sisi.

Di sisi kedua yang lebih penting, agen mempromosikan perusahaan dan merekrut agen-agen lain bercabang di bawahnya, kanan dan kiri. Yang mana dari setiap agen yang direkrut dia mendapat 500 poin.

Dan, jika ia bisa mendapatkan keseimbangan kanan dan kiri dengan menjual produk dan merekrut orang-orang, jika ia mencapai keseimbangan kanan dan kiri, misalnya 1.000 poin kanan dan 1.000 poin kiri, agen tersebut naik peringkatnya di perusahaan untuk mendapatkan komisi tetap sebagai penghasilan tetap.

Dan semakin banyak poin kanan dan kiri, agen pertama akan naik tingkatnya (levelnya) dan komisinya, dan yang lainnya melakukan aktivitas yang sama untuk naik level dan komisinya juga….

Apakah aktivitas ini di dalamnya ada gharar atau perjudian atau masuk di bawah al-ju’âlah? Mohon Anda jelaskan hukum syara’ dalam hal itu dan semoga Allah membalas Anda dengan yang lebih baik).

Jawaban oleh Syekh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

Wa’alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh. 
*Akad di dalam Islam itu jelas, mudah, tidak ada kerumitan, dan penghimpunnya bahwa transaksi (muamalat) itu harus jelas dari sisi faktanya, pihak-pihak yang bertransaksi, kemudian mengetahui nas-nas yang berkaitan, mempelajari, dan mengistinbat hukum dengan ijtihad yang sahih.
**Perusahaan yang ada dalam pertanyaan Anda itu bertransaksi melalui jaringan pemasaran dalam sejumlah produk. Perusahaan ini mensyaratkan kepada orang yang memasarkan produk-produknya untuk terlebih dahulu membeli sesuatu dari produk-produk perusahaan itu.

Seperti yang ada di pertanyaan pertama, atau membayar sejumlah tertentu “seolah-olah dia mengambil izin wakalah (agensi)” seperti dalam pertanyaan kedua.

Hal itu supaya perusahaan memberinya hak untuk mendatangkan klien untuk perusahaan dan perusahaan memberinya komisi sebagai imbalan mereka, yaitu “dia menjadi makelar perusahaan, menghadirkan para pembeli dan mendapat komisi dari menghadirkan mereka itu”.

Perusahaan tidak memberinya komisi sampai dia menghadirkan sejumlah pembeli, yakni sesuai program perusahaan yang disiapkan untuk tujuan ini.

Dengan kata lain, pembeli pertama atau orang yang membayar uang pertama, dia mendapatkan komisi dari orang-orang yang dia hadirkan, juga mendapat komisi yang lebih kecil dari orang-orang yang dihadirkan oleh yang lain dan aktivitas pemasaran “samsarah -brokery-“ terus berlanjut seperti ini, yaitu dalam bentuk serangkaian samsarah atau jaringan pemasaran.

Aktivitas bisnis seperti ini menyalahi syariat.
Penjelasannya:

1-Tidak dibenarkan penjual mensyaratkan bahwa seorang pria tidak akan menjadi makelarnya kecuali jika dia membeli darinya. Namun, ia hanya diperbolehkan (menjadi makelar) jika sesuai dengan fakta samsarah (makelaran/brokery).

Yaitu, penjual mengatakan kepada seorang pria, “Jika kamu mendatangkan pelanggan untukku, maka aku akan memberimu upah untuk setiap pelanggan.”

Seperti yang saya katakan, tanpa harus membeli darinya atau membayar uang kepadanya supaya menjadi makelar dari penjual itu.

Karena perusahaan mensyaratkan wajibnya pembelian “pemasar/marketer” produk perusahaan itu seperti pada pertanyaan pertama, atau membayar jumlah tertentu seperti pada pertanyaan kedua, ia berhak untuk bekerja untuk perusahaan itu sebagai makelar dengan mendapat komisi, yaitu menghadirkan pelanggan dan menerima komisi atas mereka.

Ini berarti bahwa akad pembelian “atau pembayaran uang” dan akad samsarah adalah dua akad dalam satu akad, atau dua kesepakatan dalam satu kesepakatan, karena keduanya saling disyaratkan satu sama lain. Dan ini haram.

«نَهَى رَسُولُ اللهِ ﷺ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِي صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ» أخرجه أحمد عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود عن أبيه

“Rasulullah saw melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan.” (HR Ahmad dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud dari bapaknya).

Seperti saya katakan kepada Anda, “Jika Anda jual kepada saya, saya pekerjakan Anda atau saya makelarkan Anda atau saya beli dari Anda,” dll.

Jelas bahwa kenyataan inilah yang ada sesuai dengan pertanyaan di atas. Jadi, jual beli dan samsarah (makelaran) dalam satu akad, artinya wajib membeli dari perusahaan adalah syarat untuk aktivitas samsarah (makelar), yakni untuk memasarkan dengan mendapat komisi dari pembeli yang dihadirkan untuk perusahaan.


2-Samsarah (makelar) adalah akad antara penjual dengan orang yang menghadirkan pelanggan untuk penjual itu, dan komisi samsarah (broker) dalam akad ini wajib dari orang-orang yang dihadirkan seseorang itu untuk perusahaan, dan bukan dari orang-orang yang dihadirkan oleh orang lain.
Karena komisi samsarah (broker) dalam transaksi perusahaan yang disebutkan itu diambil makelar “pemasar/marketer” dari pelanggan yang ia hadirkan (bawa) untuk membeli dari perusahaan, juga dari orang-orang yang dihadirkan (dibawa) yang lainnya, maka ini menyalahi akad samsarah (makelaran/brokery).


3-Harga pembelian dari perusahaan tersebut disertai dengan ghabn fâhisy (selisih yang keterlaluan), dan karena pembeli mengetahui hal itu, hanya saja perkara tersebut tidak kosong dari tipuan (tipu muslihat) hasil dari cara-cara yang “berliku” yang digunakan oleh perusahaan dalam mempromosikan bisnisnya yang mana perusahaan menuntun pembeli untuk membayar harga mahal untuk produk perusahaan yang tidak setara dengan bagian kecil dari harga yang sebenarnya. Semua itu disebabkan apa yang dipromosikan oleh perusahaan berupa masa depan (cemerlang) untuk pembeli ini karena ia akan memiliki kesempatan untuk memasarkan produk perusahaan dengan mendapat komisi dari (para pembeli) yang dia hadirkan (bawa) ke perusahaan, dan juga dari para pembeli yang akan dihadirkan (dibawa) oleh orang-orang yang dia hadirkan (dia bawa) dulu!

Ketika pembeli tidak dapat menghadirkan (membawa) para pembeli, khususnya mereka yang ada di ujung rantai pembeli, maka trik itu telah mengepung dia, dan dia merugi harga mahal yang dia bayar untuk sebuah produk yang tidak sebanding dengan angka yang dia bayar!

Tipuan (tipu muslihat) itu di dalam Islam hukumnya haram.

Rasulullah saw. bersabda,

«الخَدِيعَةُ فِي النَّارِ…» أخرجه البخاري عن ابن أبي أوفى

“Tipuan (tipu muslihat) itu (pelakunya) di neraka…” (HR al-Bukhari dari Ibnu Abi Awfa).

Rasulullah saw. mengatakan kepada seorang pria yang biasa tertipu dalam jual beli,

«إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ» أخرجه البخاري عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما

“Jika engkau menjual, katakanlah, tidak ada khilâbah” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ra).

Dan al-khilâbah adalah al-khadî’ah (tipuan). Inilah manthuq hadis tersebut. Mafhumnya menunjukkan bahwa tipuan adalah haram.

Kesimpulannya, transaksi (muamalat) ini menurut cara yang dijelaskan di dalam pertanyaan adalah menyalahi syarat-syarat samsarah (makelar/brokery) dan tidak kosong dari tipuan (tipu muslihat).


Jadi, muamalat itu adalah mualamat yang menyalahi syara’.

Saya sungguh memohon kepada Allah SWT untuk memberi taufik kita dengan pertolongan dan karunia-Nya untuk tegaknya al-Khilafah dan penerapan sistem ekonomi Islam yang menjelaskan berbagai transaksi (muamalat) ekonomi yang bersifat dan murni yang memberikan kehidupan yang tenang dan tenteram untuk semua individu rakyat dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Inilah yang saya rajih-kan dalam masalah ini, wallâh a’lam awa ah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar