Selasa, 14 November 2023

hukum zakat rumah

Fikih] Rumah Tempat Tinggal dan Kendaraan Pribadi, Apakah Zakatnya Harus Dibayar?
9 November 20233 min read
Oleh: K.H. M. Shiddiq al-Jawi (Pakar Fikih Muamalah dan Kontemporer)

Muslimah News, FIKIH — Tanya: Assalamu’alaikum wr. wb.. Afwan Pak Ustaz, ana ingin bertanya tentang zakat rumah tempat tinggal dan kendaraan pribadi, apakah harus dibayar zakatnya? Atas jawaban Pak Ustaz saya ucapkan jazakallah khairan. (Ibrahim Muhayang, Balikpapan).

Jawab:

Wa’alaikumus-salam wr. wb.. Jika rumah dan kendaraan pribadi itu hanya dipakai sendiri, bukan untuk diperdagangkan, tidak ada kewajiban zakat untuk rumah dan kendaraan pribadi tersebut.

Dalilnya sabda Rasulullah saw.,

لَيْسَ عَلَى المُسْلِمِ فِي فَرَسِهِ وَغُلاَمِهِ صَدَقَةٌ

“Tidak ada kewajiban zakat atas seorang muslim pada kudanya dan budaknya.” (HR Bukhari, no. 1463, Muslim, no. 982).

Imam Nawawi menjelaskan hadis tersebut dengan berkata,

هَذَا الْحَدِيثِ أَصْلٌ فِي أَنَّ أَمْوَالَ الْقُنْيَةِ لَا زَكَاةَ فِيْهَا ، وَأَنَّهُ لَا زَكَاةَ فِي الْخَيْلِ وَالرَّقِيْقِ إذَا لَمْ تَكُنْ لِلتِّجَارَةِ ، وَبِهَذَا قَالَ الْعُلَمَاءُ كَافَّةً مِنَ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ

“Hadis ini adalah dalil bahwa harta-harta yang dipakai untuk keperluan sendiri (Arab: al-qun-yah), tidak ada kewajiban zakatnya. Hadis ini juga dalil bahwa tidak ada kewajiban zakat untuk kuda dan budak selama tidak diperdagangkan. Inilah pendapat para ulama seluruhnya, baik ulama salaf maupun khalaf…” (Imam Nawawi, Syarah Shahīh Muslim, Juz VII, hlm. 55).

Dengan demikian, jelaslah bahwa rumah dan kendaraan yang dimiliki tidak terkena kewajiban zakat perdagangan, selama rumah dan kendaraan pribadi tersebut dipakai untuk keperluan pribadi dan tidak diperdagangkan. Adapun jika rumah dan kendaraan pribadi tersebut diperdagangkan, akan terkena zakat perdagangan (zakāt ‘urūdh at-tijārah) jika memenuhi syarat-syaratnya. (http://fissilmi-kaffah.com/frontend/artikel/detail_tanyajawab/411).

Misalnya, awalnya seseorang mempunyai rumah untuk dipakai sendiri. Namun, pada suatu saat, dia berniat mau menjual rumahnya tersebut. Sejak dia berniat menjual, berarti rumah tersebut akan terkena zakat perdagangan (zakāt ‘urūdh at-tijārah) jika sudah memenuhi 2 (dua) kriteria sebagai berikut:

Pertama, nilai barang dagangan sudah mencapai nisab zakat perdagangan atau lebih. Nisab zakat perdagangan secara umum adalah nisab perak (bukan nisab emas) sesuai prinsip aqallu nishabaini (mengikuti nisab paling sedikit di antara nisab emas dan perak), yaitu 200 dirham atau kira-kira Rp14,5 juta.

Kedua, barang dagangan sudah memenuhi kriteria haul, yaitu sudah berlalu dalam jangka waktu 1 tahun menurut kalender hijriah (bukan menurut kalender Masehi), sejak tanggal diniatkan untuk dijual. Jika sudah memenuhi 2 (dua) kriteria tersebut, zakatnya adalah 2,5% dari harga jual (‘Abdul Qadīm Zallūm, Al-Amwāl fī Daulah Al-Khilāfah, hlm. 163—164).

Misalnya, seseorang mempunyai rumah untuk dipakai sendiri sejak tahun 2015. Pada suatu saat, misalkan tahun 2023, tepatnya hari Ahad tanggal 1 Rabiulawal tahun 1445 H, dia berniat menjual rumah tersebut yang nilainya saat itu Rp900 juta. Sejak tanggal tersebut, rumah itu akan terkena zakat perdagangan (zakāt ‘urūdh at-tijārah) jika sudah memenuhi 2 (dua) kriteria yang sudah disebutkan. Rumah tersebut laku misalnya pada tanggal 1 Rabiulawal tahun 1446 H (sudah berlalu selama 1 tahun hijriah sejak tanggal diniatkan untuk dijual) dengan harga jual sebesar Rp1 miliar. Apakah orang tersebut wajib membayar zakat perdagangan (zakāt ‘urūudh at-tijārah)? Jika sudah wajib, berapa besarnya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu ditinjau 2 (dua) kriteria zakat perdagangan, yaitu nisab dan haul.

Kriteria pertama, ditinjau dari segi nisab, rumah tersebut yang nilainya Rp900 juta jelas sudah melampaui nisab untuk barang dagangan, yaitu 200 dirham, atau kira-kira Rp14,5 juta.

Kriteria kedua, ditinjau dari segi haul, barang dagangan itu sudah memenuhi kriteria haul, yaitu sudah berlalu dalam jangka waktu 1 tahun hijriah sejak tanggal diniatkan untuk dijual. Ini karena orang tersebut mulai berniat menjual rumahnya tanggal 1 Rabiulawal tahun 1445 H dan kemudian rumah itu laku satu tahun setelahnya, yaitu 1 Rabiulawal tahun 1446 H.

Dikarenakan sudah memenuhi dua kriteria zakat perdagangan, berarti muslim tersebut sudah wajib hukumnya mengeluarkan zakat perdagangan. Adapun besarnya zakat yang wajib dikeluarkan adalah = 2,5% dikalikan harga jual (Rp1 miliar) (bukan dikalikan harga beli atau harga di awal haul, yaitu Rp900 juta), yaitu = 2,5% x Rp1 miliar = Rp25 juta.

Akan tetapi, jika rumah itu misalnya sudah terjual pada bulan ke-6 (belum mencapai haul, yaitu satu tahun hijriah) sejak tanggal diniatkan dijual, berarti belum ada kewajiban zakat perdagangan, karena belum memenuhi kriteria kedua, yaitu kriteria haul (berlalu satu tahun hijriah) pada barang dagangan, sejak tanggal diniatkan dijual. Sebaliknya, jika rumah itu belum laku juga hingga pada bulan ke-15 (sudah lebih dari satu tahun hijriah), rumah itu sudah terkena kewajiban zakat, walaupun belum laku terjual. Wallahualam. [MNews/Rgl]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar