Selasa, 06 April 2021

Hukum Rukyatul hilal

FIKIH — Tanya: Ustaz, seperti diketahui ada beberapa ibadah yang terkait dengan rukyatulhilal, misalnya puasa Ramadan, Idulfitri, wukuf di Arafah, Iduladha, dan puasa Asyura (10 Muharam). Lalu apakah setiap bulan umat Islam wajib melakukan rukyatulhilal?

Jawab:
Hukum melakukan rukyatulhilal untuk menentukan awal bulan qamariah adakalanya wajib dan adakalanya sunah (mandub). Hukumnya wajib secara fardu kifayah jika terkait dengan ibadah-ibadah yang hukumnya wajib, seperti puasa Ramadan dan ibadah haji. Maka wajib hukumnya melakukan rukyatulhilal pada malam ke-30 bulan Syakban untuk menentukan awal bulan Ramadan sebagai waktu dimulainya puasa Ramadan.

Wajib pula rukyatulhilal pada malam ke-30 bulan Ramadan untuk mengakhiri puasa Ramadan serta menentukan awal bulan Syawal guna merayakan Idulfitri, serta malam ke-30 bulan Zulkaidah untuk menentukan awal bulan Zulhijah guna melaksanakan ibadah haji, seperti wukuf di Arafah tanggal 9 Zulhijah, juga untuk menentukan hari raya Iduladha tanggal 10 Zulhijah (Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz XXII hlm. 13; Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Hukm Itsbat Awa`il As Syahr Al Qamari wa Tauhid Ar Ru`yah, hlm. 7).

Dalil wajibnya melakukan rukyatulhilal ini adalah kaidah fikih: maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib. (Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Mausuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz XXII hlm. 13).

Adapun jika terkait dengan ibadah-ibadah yang hukumnya sunah, seperti puasa Tasu’a tanggal 9 Muharam, atau puasa Asyura tanggal 10 Muharam, atau puasa sunah tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan qamariah, maka rukyatulhilal hukumnya sunah.

Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid dalam kitabnya Hukm Itsbat Awa`il As Syahr Al Qamari wa Tauhid Ar Ru`yah berkata, ”Jika ibadah hukumnya sunah, maka melakukan rukyatulhilal hukumnya juga sunah, sebab hukum untuk sarana itu mengikuti hukum tujuan (al wasa`il lahaa ahkam al ghayat). Maka jika dilakukan rukyatulhilal, itu baik. Jika tidak, maka patokan ibadah sunah ialah istikmal (menggenapkan) bulan sebelumnya.” (Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Hukm Itsbat Awa`il As Syahr Al Qamari wa Tauhid Ar Ru`yah, hlm. 7).

Dalil sunahnya melakukan rukyatulhilal tersebut adalah kaidah fikih: Al wasa`il tattabi’ al maqashid fi ahkamihaa (Segala jalan/perantaraan itu hukumnya mengikuti hukum tujuan) (Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, XII/199).

Kaidah ini menerangkan bahwa hukum untuk wasilah (jalan/perantaraan) itu sama dengan hukum untuk tujuan. Berdasarkan kaidah ini, rukyatulhilal untuk ibadah sunah itu hukumnya sunah. Sebab rukyatul hilal dianggap sebagai wasilah yang akan mengantarkan pada ibadah-ibadah sunah.

Berdasarkan penjelasan ini, maka melakukan rukyatulhilal hukumnya fardu kifayah untuk menentukan masuknya bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Adapun rukyatulhilal untuk bulan-bulan yang lain, seperti bulan Muharam, Rajab, dan sebagainya hukumnya sunah, tidak wajib.

Sebagian ulama mewajibkan rukyatulhilal untuk menentukan masuknya bulan-bulan haram (al asyhur al hurum), karena terkait dengan larangan berperang bagi kaum muslimin untuk berperang pada bulan-bulan haram, yakni bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab (Fahad bin Ali Al Hasun, Dukhul Al Syahr Al Qamari Baina Ru`yat Al Hilal wa Al Hisab Al Falaki, hlm. 11).

Namun menurut kami, pendapat yang rajih hukumnya tidak wajib, sebab menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani, larangan berperang pada bulan-bulan haram itu telah di-nasakh (dihapus) oleh ayat-ayat perang sehingga larangan tersebut tidak berlaku lagi bagi kaum muslimin saat ini (Taqiyuddin an-Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hlm. 61). Wallahu a’lam. [MNews/Rgl]

Sumber: fissilmi-kaffah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar