*HOMESTAY DI RUMAH ULAMA/ILMUWAN*
Oleh: Prof. Dr. Fahmi Amhar
(Sumber: Media Umat no. 215)
Ada aspirasi sebagian penggiat Home Schooling Group (HSG) untuk menitipkan satu dua murid di rumah ulama, ilmuwan atau profesional lain. Dalam satu semester cukuplah sehari saja. Semester-1 di rumah ulama. Semester-2 di rumah ilmuwan. Berikutnya mungkin di rumah pengusaha, petani, politisi atau dokter.
Program “homestay” seperti ini juga pernah digagas oleh Anies Baswedan saat menjadi Mendikbud. Program itu dinamai “Keluarga Sebangsa”. Beliau terinspirasi, bahwa beberapa tokoh dalam sejarah dunia, mengalami perubahan besar dalam garis hidupnya, setelah nyaris tanpa sengaja bersua beberapa jam dengan sosok inspiratif di perjalanan dengan kereta api atau kapal. Mereka ada yang lalu jadi ilmuwan top pemenang Nobel Fisika, pengusaha di jajaran Fortune-500, atau negarawan kelas dunia.
Ketika ada Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (kini: Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sempat para finalisnya akan dititipkan sehari (homestay) di rumah para ilmuwan, semisal di kawasan Puspiptek Serpong.
Namun ternyata rencana itu sulit direalisasi. Rumah ilmuwan sekarang kecil-kecil. Jadi kalau ada yang homestay, timbul sedikit persoalan. Pertama, soal aurat & privacy dengan keluarga tuan rumah. Kedua, kalau pas jam tertentu ditinggal pergi, soal khalwat dengan penghuni lain jenis non mahram. Ketiga, ternyata aktivitas ilmuwan sekarang itu lebih banyak jauh dari rumah. Beda dengan dulu. Rumah mereka relatif besar. Ada semacam paviliyun untuk yang homestay. Dan labnya di situ-situ juga.
Zaman dulu, orang menitipkan anaknya di rumah ulama / ilmuwan, agar anaknya belajar bagaimana profesi ulama / ilmuwan dijalankan, siapa tahu anaknya memiliki bakat yang sama. Ada yang diserahkan Imam Malik, dan akhirnya juga menjadi Imam seperti Imam Syafi’i. Ada yang menjadi santri dari astronom Yahya bin Abi Mansur, seperti tiga anak yatim dari Musa bin Syakir. Tiga anak yatim yang dikenal dengan Banu Musa ini kemudian menjadi ilmuwan-ilmuwan hebat di bidang astronomi, matematika dan mekanika. Penitipan ini memang berjalan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sampai habit (kebiasaan) si anak ikut terbentuk.
Kalau host-nya itu ulama, maka si anak akan melihat keseharian sang ulama. Bangun pukul 3, tahajud, terus menelaah kitab sampai Shubuh. Ba'da Shubuh, di masjid sang ulama mencek hafalan para santri sampai matahari terbit. Setelah itu ia akan bermain-main sebentar dengan anak-anak sang ulama sambil berolahraga memanah atau berkuda. Kadang-kadang dia ikut membantu pekerjaan di rumah seperti mengisi air, memberi makan ternak, menyapu atau memasak. Setelah mandi dan sarapan, si anak akan ikut sang ulama mengajar. Setidaknya si anak akan menjadi asisten, membawakan kitab, mengambilkan kapur, kalau sekarang menjadi "asrot alias asisten sorot LCD-projector", hingga mengumpulkan kertas pekerjaan mahasantri.
Demikian sampai Dzuhur. Setelah ishoma, sang ulama membaca buku atau mengoreksi karya tulis mahasantrinya. Setengah jam sebelum ashar, sang ulama sempat tidur sejenak sampai adzan Ashar membangunkan. Ba'da Ashar, sang ulama menerima tamu. Si anak sambil membantu mengeluarkan snack menyaksikan, bagaimana perbincangan sang ulama dengan tamu-tamunya, yang tak jarang dari kalangan elit pengusaha, pemerintah atau bahkan tentara. Demikian sampai jelang Maghrib. Setelah Maghrib, sang ulama tetap di masjid sambil taddarus fardhiyahnya, sampai Isya'. Setelah Isya', mereka makan malam bersama keluarga, lalu sang ulama mengisi halaqah mahasantri terpilih. Setelah pukul 22, dan para mahasantri pulang, tak lama kemudian sang ulama tidur, demikian juga si anak. Namun terkadang justru ba'da Isya' itu sang ulama harus mengisi tabligh akbar di tempat lain, dan baru selesai lepas tengah malam.
Kalau host-nya itu ilmuwan, keseharian pagi hampir sama. Hanya saja, ba'da shubuh, dilihatnya sang ilmuwan menulis laporan ilmiah. Ba'da shubuh adalah waktu yang paling produktif. Kalau sejam bisa menulis 5 halaman, atau bila baru berhenti menjelang Dhuha bisa dapat 20 halaman, maka dalam sebulan bisa dihasilkan buku setebal 600 halaman. Rutinitas olahraga, mandi atau sarapan hampir sama. Kemudian sang ilmuwan menuju kelas untuk mengajar mahasiswa, atau ke lab mengawasi para asisten bereksperimen dalam risetnya. Si anak bisa menyaksikan bagaimana situasi di lab, karena pada masa itu, hampir semua ilmuwan tinggal, atau dibuatkan rumah di samping lab. Mereka menjadi terbiasa dengan presisi kerja, dan rutinitas pencatatan teliti yang tidak boleh dilalaikan. Di rumah mereka juga menyaksikan ribuan buku yang "mengerumuni" sang ilmuwan. Selepas Dzuhur juga berdatangan para tamu, baik ilmuwan lain, pengusaha yang ingin memanfaatkan penemuannya, maupun politisi yang ingin berkonsultasi. Betapa menggairahkan menyaksikan semua perbincangan itu.
Pembelajaran yang tak terkira. Kadang selepas Isya', para ilmuwan itu juga mengisi public talks seputar isu-isu hangat di masyarakat. Mungkin semacam ILC (Indonesian Lawyer Club) saat ini. Namun ada juga ilmuwan yang justru di malam hari masuk labnya lagi. Semisal astronom yang punya teleskop di atap rumahnya. Atau biolog yang sedang mengamati kehidupan satwa malam.
Tapi itu semua dulu.
Pada saat ini, masih adakah ulama atau ilmuwan yang bisa di-home-stay dan dilihat kesehariannya seperti itu?
Sebagian besar ilmuwan, tinggal jauh dari labnya. Labnya sudah terlalu canggih untuk ditempeli rumah tinggal. Mungkinkah membangun lab nuklir atau biotek yang super steril di samping rumah? Pasti ada pertimbangan keamanan dan keselamatan yang melarang itu di lakukan. Sementara di rumah, para ilmuwan itu hidup seperti para pekerja lainnya, bermain dengan anak-anaknya, nonton TV, atau sibuk dengan gadgetnya menjawab berbagai pertanyaan di social media.
Kalau sudah seperti itu, bagaimana orang biasa tahu kehidupan real para ulama atau ilmuwan?
Alhamdulillah, sekarang ada youtube, dan ada saja orang-orang yang mau membuat film dokumenter tentang kehidupan berbagai profesi, walaupun itu tentu saja belum bisa menggantikan homestay 24 jam yang sebenarnya, apalagi yang berbulan-bulan.
Namun demikian, meski hanya homestay singkat, itu sedikit banyak tetap akan berpengaruh, sebagaimana di awal tulisan ini mereka yang bertemu sosok inspiratif. Dan semakin banyak anggota masyarakat yang mengenal kehidupan sehari-hari ulama / ilmuwan, insya Allah mereka akan semakin hormat dan akrab dengan ilmu. Terlebih ketika ilmu itu melekat pada sosok yang juga dapat dijadikan teladan dalam ketaqwaannya.
Pada waktunya, masyarakat yang seperti itu lebih mudah dikondisikan untuk ikut berkontribusi pada dunia ilmiah, semacam wakaf untuk membangun lab, observatorium, perpustakaan atau membiayai para ilmuwan melakukan perjalanan risetnya. Tahukah Anda, banyak dari kitab-kitab besar, semacam Tafsir dan Tarikh Tabari, lahir karena sedekah seorang dermawan yang sangat mencintai ilmu. Bahkan akhirnya, kumpulan wakaf ini mampu melahirkan sebuah universitas besar yang bertahan berabad-abad, semacam Universitas Al-Azhar di Cairo. Konon Universitas ini lebih kaya dari pemerintah Mesir sendiri, dengan terakumulasinya wakaf di sana selama lebih dari 1000 tahun.
Melihat itu semua terjadi, tentu saja saat itu negara Khilafah malu bila kalah. Negara lalu secara sistematis ikut berlomba menggerakkan mesin pendidikan. Rakyat dimudahkan untuk belajar. Negara membayar guru-guru hingga berkecukupan dan mengadakan perpustakaan, di mana rakyat bebas membaca buku-bukunya sepuasnya. Negara mensponsori riset-riset awal dan perjalanan ilmiah yang menjelajahi dunia baru. Inilah yang membuat seorang Al-Khawarizmi (780-850 M) bisa leluasa menulis bukunya yang merubah cara dunia dalam berhitung, yaitu Kitab Aljabar wa al-Muqobalah. Banyak hal dalam kitab itu yang baru terasa manfaatnya setelah ratusan tahun! Tetapi itulah, negara khilafah tidak melihat keuntungan jangka pendek dari sebuah karya ilmiah.
Kehebatan sebagian dari ilmuwan-ilmuwan itu ada yang sempat dikenali semasa hidupnya, sehingga Khalifah atau para sulthan (gubernur) menghadiahi mereka emas seberat buku yang ditulisnya. Tetapi sebagian yang lain terhargai dengan sendirinya ketika setiap ilmu yang mereka wariskan digunakan oleh orang-orang sesudahnya. Mereka mendapatkan pahala shodaqoh jariyah yang tak putus-putusnya.
Itulah yang membuat rakyat khilafah dengan percaya diri berdakwah ke seluruh penjuru dunia. Dan berbagai negeri menerima dakwah Islam karena takjub pada sebuah negara dan masyarakatnya yang luar biasa. Para pangeran dari negara paling hebat di Nusantara yaitu Majapahit saja memandang takjub para pedagang yang datang dari dunia Islam, sehingga mereka kemudian masuk Islam, menyebarkan Islam dan mengganti negara Majapahit yang mereka warisi menjadi negara Islam juga.
***
Mari BERGABUNG di Telegram CHANNEL MUSLIMAH https://t.me/komunitasmuslimah
BERITA BAIK UNTUK SEMUA ORANG
BalasHapusNama saya Amisha dari bogor di Indonesia, saya adalah perancang busana dan saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu setiap orang untuk berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman di internet, begitu banyak kreditur pinjaman di sini adalah penipu dan mereka ada di sini. curang Anda dengan susah payah uang Anda, saya mengajukan pinjaman sekitar Rp500,000,000 wanita di Malaysia dan saya kehilangan sekitar 24 juta tanpa mengambil pinjaman, saya membayar hampir 24 juta masih saya tidak mendapatkan pinjaman dan bisnis saya adalah Tentang menabrak karena hutang.
Sebagai pencarian saya untuk perusahaan pinjaman pribadi yang andal, saya melihat iklan online lainnya dan nama perusahaannya adalah FANCY LOAN COMPANY. Saya kehilangan jumlah 15 juta dengan mereka dan sampai hari ini, saya tidak pernah menerima pinjaman yang saya usulkan.
Tuhan jadilah kemuliaan, teman-teman saya yang mengajukan pinjaman juga menerima pinjaman semacam itu, mengenalkan saya kepada perusahaan yang dapat dipercaya dimana Ibu Suzan bekerja sebagai manajer cabang, dan saya mengajukan pinjaman sebesar Rp700.000.000 dan mereka meminta surat kepercayaan saya, Dan setelah mereka selesai memverifikasi detail saya, pinjaman tersebut disetujui untuk saya dan saya pikir itu adalah sebuah lelucon, dan mungkin inilah salah satu tindakan curang yang membuat saya kehilangan uang, tapi saya tercengang. Ketika saya mendapat pinjaman saya dalam waktu kurang dari 6 jam dengan suku bunga rendah tanpa agunan.
Saya sangat senang karena ALLAH menggunakan teman saya yang menghubungi mereka dan mengenalkan saya kepada mereka dan karena saya diselamatkan dari membuat bisnis saya melonjak ke udara dan dilikuidasi dan sekarang bisnis saya terbang tinggi dalam bahasa Indonesia dan tidak ada yang akan mengatakannya Dia tidak tahu tentang Anniesa Hasibuan perusahaan mode saya
Jadi saya saran setiap orang yang tinggal di Indonesia dan negara lain yang membutuhkan pinjaman untuk satu tujuan atau yang lain untuk silahkan kontak
Ibu Suzan email: (Suzaninvestment@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: (Amisha1213@gmail.com), dan maria yang baru saja mendapat pinjaman dari suzan di: (maaria9925@gmail.com) dan Karina yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Suzan, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Suzan, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya:( Lukman.karina@yahoo.com).