📝 Hukum Mengadopsi Anak
🌿🌸 Soal Jawab Telegram Ngaji FIQH 💎🍂
Asslm.. Pak kiyai rifaldi, mau brtanya. Bagaimana pandangan islam soal adopsi anak? Apakah haram?
💎 Jawaban 🌿
Pengertian adopsi menurut bahasa berasal dari bahasa Inggris “adoption” yang artinya pengangkatan atau pemungutan. Sehingga, sering dikatakan “adoption of a child” yang berarti pengangkatan atau pemungutan anak. Dalam istilah fiqh, adopsi ini disebut tabanni (التبنى).
Yang menyatakan bahwa adopsi anak ( mengambil anak angkat ) itu tidak boleh secara mutlak, itu karena pengertian adopsi yang dimaksud ialah perbuatan seseorang menjadikan anak orang lain sebagai anak kandungnya dan menasabkan anak itu kepadanya.
Dan perbuatan tersebut haram secara qath'i(pasti), dengan dalil ayat Qur'an : .."Dan Dia (Allaah) tidak menjadikan anak anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanya perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allaah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)." (QS. Al Ahzab[33] : 4)(Al Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 10/120-121).
Melihat fakta yang ada, tentu hukum adopsi anak ini harus diperinci menjadi dua :
[ 1 ]. Mengangkat anak, dengan maksud untuk memelihara, mendidik, mencukupi kebutuhannya serta mengayominya saja. Tidak lebih dari itu.
[ 2 ]. Mengangkat anak dan menasabkan anak tersebut kepada orang yang mengadopsi, serta memberikan hak-hak kepadanya sebagaimana anak kandung, seperti bisa mendapatkan warisan, orang yang mengadopsi bisa menjadi wali nikahnya (jika anak tersebut perempuan), bisa menjadi mahram bagi orang tuanya, dan yang lainnya.
Untuk jenis pertama, maka hal ini tentu saja boleh. Bahkan amat dianjurkan bagi mereka yang memiliki kemampuan. Seperti mengadopsi anak-anak yatim. Dalilnya adalah firman Allaah Ta’ala :
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَما جَعَلَ أَزْواجَكُمُ اللاَّئِي تُظاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهاتِكُمْ وَما جَعَلَ أَدْعِياءَكُمْ أَبْناءَكُمْ ذلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْواهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (4) ادْعُوهُمْ لِآبائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آباءَهُمْ فَإِخْوانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ فِيما أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً (5)
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab : 4-5).
Dalam ayat di atas Allaah sama sekali tidak mengingkari adopsi anak. Akan tetapi yang diingkari, hanyalah dari sisi yang lain, yaitu melekatkan nasab anak angkat kepada orang yang mengangkatnya. Ini yang tidak boleh. Karena merupakan bentuk kebohongan.
Sehingga ayat ini menjadi dalil akan bolehnya mengadopsi anak, sepanjang tidak menyandarkan nasab/keturunan anak tersebut kepada orang yang mengadopsinya. Bahkan, adopsi anak ini dapat menjadi suatu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam, ketika anak-anak yang akan diadopsi dalam kondisi yang membutuhkan pertolongan. Seperti anak-anak yatim atau anak-anak yang terlantar.
Hal ini masuk dalam keumuman firman Allaah Ta’ala :
و تعاونوا على البر و التقوى
“Hendaknya kalian bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan”. (QS. Al-Maidah[5] :2).
Dari Jabir Ibn Abdillaah radhiyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Barang siap
a diantara kalian yang mampu untuk memberikan kemanfaatan kepada saudaranya, hendaknya dia lakukan.” (HR. Muslim No. 2199).
Bahkan Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam juga pernah mengangkat anak. Sebagaimana dalam ayat Qur'an :
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشاهُ فَلَمَّا قَضى زَيْدٌ مِنْها وَطَراً زَوَّجْناكَها لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْواجِ أَدْعِيائِهِمْ إِذا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَراً وَكانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولاً
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." (QS. Al-Ahzab : 37).
Sababun nuzul (sebab turunnya) ayat di atas, Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam diperintah untuk menikahi Zainab yang merupakan bekas istri dari anak angkat beliau yang bernama Zaid bin Haritsah. Inilah bukti bahwa sebatas mengangkat anak adalah perbuatan yang diperbolehkan. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/377).
Adapun adopsi anak dengan bentuk yang kedua, maka tidak diperbolehkan. Karena ketika seorang mengambil anak yang bukan anaknya, maka anak tersebut selamanya tetap bukan anaknya. Tidak bisa untuk menjadi anak kandungnya.
Sehingga dalam hal ini ada batasan-batasan yang harus dipatuhi dan tidak boleh untuk dilanggar. Diantara batasan dalam mengadopsi anak :
[ 1 ]. Tidak boleh menasabkan anak angkat kepada orang yang mengangkatnya. Akan tetapi tetap dinasabkan kepada orang tua aslinya. Jika tidak diketahui orang tuanya yang asli, maka harus dijelaskan kepadanya bahwa anak tersebut bukan anak kandungnya.
[ 2 ]. Tidak bisa mewarisi harta orang tua angkatnya ketika mereka berdua meninggal dunia.
[ 3 ]. Orang tua angkat tidak bisa menjadi wali nikah untuk anak angkat jika anak tersebut perempuan.
[ 4 ]. Anak angkat tidak bisa menjadi mahram orang tua angkatnya. Jika dia wanita, tidak bisa jadi mahram bapak angkatnya. Dan jika dia laki-laki, tidak bisa menjadi mahram ibu angkatnya. Kecuali jika anak tersebut dibawah dua tahun, dan disusui oleh ibu asuhnya. Dengan sebab ini, keluarga tersebut menjadi keluarga sebab susuan dan hukum mereka sama seperti mahram nasab.
Demikian ketentuan mengenai adopsi anak Wallaahu ta'ala a'lam.
🌸🍃 Sebar Ilmu, Raup Pahala Besar..
Instagram : www.instagram.com/ngaji_fiqh
Facebook : www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah
WhatsApp : +201019133695 (Nomor Mesir)
Telegram : Ngaji FIQH
https://telegram.me/ngajifiqh
Blog : lisanulama.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar