Hukum Asuransi
asuransi darat baru muncul paruh kedua abad ke 7 Masehi di Inggris. Yakni saat terjadi kebakaran besar selama empat hari di London tahun 1666 M yang membumihanguskan lebih dari tiga belas ribu tempat tinggal dan seratusan gereja
Asuransi Baru terkenal setelah Sistem Islam Runtuh
Lenyapnya Daulah Islam dan dominannya sistem Kapitalis di seluruh aspek kehidupan—termasuk di dunia Islam—memunculkan image seakan transaksi ala kapitalis kafir tersebut adalah roole model, yang seakan seluruh umat manusia tidak bisa tidak harus terlibat dalam transaksi tersebut.
Pengertian yang komprehensif
Dr. Jamal al-Hakim dalam bukunya ‘Uqûd at-Ta’mîn, At-Ta’mîn adalah akad yang menetapkan Penanggung (al-mu’ammin) berkomitmen untuk membayar kepada Tertanggung (al-mu’amman lahu) atau penerima manfaat yang disebutkan sejumlah uang atau pendapatan teratur atau kompensasi finansial lainnya dalam kondisi terjadinya peristiwa atau risiko yang dijelaskan di dalam akad; hal itu sebagai kompensasi dari angsuran atau pembayaran uang oleh pihak Tertangung (al-mu’amman lahu) kepada pihak Penanggung (al-mu’ammin).
Hukum asuransi adalah HARAM, dengan alasan sebagai berikut:
Tidak sesuai dengan karakter Akad Dhaman (jaminan / pertanggungan) dalam Islam
Karakter akad dhaman adalah akad tabarru’ (bertujuan kebajikan / tolong menolong), bukan akad tijarah (bertujuan komersial). Sedangkan asuransi hakikatnya bukan akad tabarru’, tapi akad tijarah, karena peserta mengharap mendapat klaim (dana pertanggungan) dan keuntungan dalam mudharabah (Kerja sama)
Sebab hibah dalam pengertian syar’i adalah pemberian kepemilikan tanpa kompensasi / pengganti (tamliik bilaa ‘iwadh). (Imam Syaukani, Nailul Authar, Bab Hibah, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 1169)
Tidak sesuai dengan syarat dan rukun dari aqad Dhaman (Penjaminan)
Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibn Abi Qathadah dari bapaknya RA,dia berkata:” telah didatangkan pada nabi satu jenazah agar beliau menshalatkan jenazah tersebut”. Lalu beliau bertanya: “apakah dia punya hutang?”. Mereka menjawab: ya, sejumlah dua dinar, kemudian beliau bertanya:“apakah dia meninggalkan untuk bayar utang? Mereka menjawab: tidak. Lalu beliau bersabda: “shalatkan shahabat kalian!” Kemudian Abu Qathadah menyahut: keduanya menjadi tanggung jawab saya wahai Rasulullah, maka beliaupun (bersedia) menshalatkan jenazah tersebut“
Dari Hadits Abu Qathadah, dapat kita lihat:
bahwa Abu Qatadhad telah memindahkan pemilikan hartanya pada si mayit untuk menunaikan hak harta yang harus ditunaikan oleh si mayit; yakni hutang,bahwa dalam transaksi jaminan tersebut ada penjamin, sesuatu yang dijamin dan yang diberi jaminan.bahwa jaminan adalah menunaikan hak harta tanpa adanya kompensasi (imbalan) apapun.bahwa yang dijamin dan yang mendapatkan jaminan sama-sama majhul (tidak jelas). Dengan demikian hadits tersebut memberikan penjelasan pada kita tentang sah atau tidaknya akad jaminan.
Kita lihat perbedaan antara Asuransi dengan akad jaminan dalam islam:
Hak Finansial Yang menjadi tanggungan
Dalam Asuransi: tidak ada hak finansial yang wajib ditunaikan oleh Tertanggung. Jadi, tidak ada dzimmah(tanggungan). Padahal ada-tidaknya dhammu adz-dzimmah (tanggungan) itu menentukan ada-tidaknya adh-dhamân (Jaminan).
Akad Jaminan Dalam Islam : Harus ada hak finansial yang wajib ditunaikan. Abu Qatadhah telah memindahkan pemilikan hartanya pada si mayit untuk menunaikan hak harta yang harus ditunaikan oleh si mayit; yakni hutang.
Obyek Aqad harus jelas
Dalam Asuransi, mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan). Obyek akad adalah komitmen Penanggung (Janji-janji) dan Janji tersebut bukanlah sesuatu yang real.
Akad Jaminan Dalam Islam : Harus Jelasnya Barang atau Jasa yang di Aqadkan. Bisa berupa hutang, bisa berupa service mobil atau perawatan kesehatan, bisa berupa jasa dan biaya perbaikan rumah dll.
Adanya Kompensasi
Dalam Asuransi: Penanggung mendapat imbalan uang atas komitmennya untuk menanggung. Sifatnya Tijarah (Komersial)
Akad Jaminan Dalam Islam tidak boleh mendapat imbalan dalam bentuk apapun. Pasalnya, akad adh-dhâman itu sifatnya tabarru’ (donasi) bukan tabaduli (pertukaran).
Mengandung Ghoror (ketidak jelasan)Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya.Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul SAWtelah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah SAW melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).
Asuransi mengandung qimar atau unsur judi.Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar.Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan musibah atau accidentيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90)
Asuransi mengandung Unsur RibaDana yang diambil dari Nasabah, tentu akan di olah oleh perusahaan, jika mereka ingin mendapatan untung.Bisa diinvestasikan kemana saja yang dikira akan menguntungkan besar. Atau investasi yang tidak beresiko, yakni berupa Deposito.
Bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.
Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29)
🌼Bagaimana Dengan Hukum Asuransi Syariah?
//Part 2
Pengertian Asuransi Syariah
Definisi Asuransi Syariah dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) edisi tahun 2010 : “Asuransi Islami adalah akad pertanggungan oleh sekelompok orang yang berdasarkan akad itu setiap peserta membayar sejumlah harta atas dasar tabarru’ (hibah) untuk mengganti bahaya-bahaya yang mungkin menimpa kepada siapa saja dari para peserta ketika terjadi risiko yang telah ditanggung.”
Konsep Asuransi Syariah
Konsep dasar asuransi syariah atau takaful adalah pembagian resiko (sharing of risk) kepada seluruh peserta asuransi.
Mudahnya adalah bahwa bahwa seluruh peserta sepakat untuk saling tolong menolong dan saling menanggung diantara mereka. Maka setiap peserta menyetorkan sejumlah uang (premi) yang telah disepakati (ditentukan), dan disebut sebagai tabarru’ (derma/sumbangan). Seluruh uang premi dari seluruh peserta itu dihimpun menjadi satu dan dimasukkan dalam satu akun yang disebut dana tabarru’. Jika terjadi sesuatu yang telah disepakati pada salah seorang peserta maka akan diberi uang pertanggungan yang diambil dari dana tabarru’.
Beberapa Dalil Yang Dipakai
Dalil-dalil tolong menolong
“…….Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al Maidah : 2)
Dalil tabarru’, yaitu akad untuk kebajikan dan tolong menolong, seperti hibah.Dalil-dalil ijarah (wakalah bil ujrah)Bahwa kaum al-Asy’ariyun jika mereka kehabisan bekal di dalam peperangan atau makanan keluarga mereka di Madinah menipis, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di antara mereka dalam satu wadah, maka mereka itu bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka (HR Muttafaq ‘alaih).
Hukumnya?
Ada yang membolehkanAda yang membolehkan dengan catatanAda yang mengharamkan
Jika kita lihat lebih dalam:
Asuransi syariah memiliki setidaknya 6 penyimpangan, yang terjadi pada asuransi syariah yang berjalan sekarang. Sebagian saja yang saya sebutkan disini.Berdasarkan kritik yang dilakukan oleh KH. Siddiq Al-jawi terhadap asuransi syariah yang ada berdasarkan analisis beliau.Penyimpangan Asuransi SyariahDalil-dalil yang digunakan tidak tepat.terjadi penggabungan dua akad menjadi satu akad (multi akad). Fakta menunjukkan bahwa pada asuransi syariah tanpa saving, terjadi penggabungan akad hibah dengan akad ijarah. Sementara pada asuransi syariah dengan saving, terjadi penggabungan akad hibah, akad ijarah, dan akad mudharabah.karena tidak sesuai dengan akad dhaman (jaminan / pertanggungan) dalam Islam..akad hibah (tabarru’) dalam Asuransi Syariah tidak sesuai dengan pengertian hibah itu sendiri. Asuransi Syariah, peserta asuransi memberikan dana hibah, tapi mengharap mendapat kompensasi (‘iwadh / ta’widh), bukannya tidak mengharap. Jadi sebenarnya tidaklah tepat Asuransi Syariah dikatakan sebagai akad hibah, tapi harus jujur disebut sebagai akad investasi yang mengharapkan keuntungankarena hibah (tabarru’) yang diberikan peserta dalam Asuransi Syariah, akan kembali kepada peserta itu (jika terjadi risiko atas suatu peristiwa yang ditanggung misal kebakaran) ditambah dengan hibah dari para peserta lainnya. Menurut kami ini haram hukumnya, sebab menarik kembali hibah yang telah diberikan hukumnya haram. (Yahya Abdurrahman, Asuransi dalam Tinjauan Syariah, hlm. 42). Sabda Nabi SAW : Orang yang menarik kembali hibahnya, sama dengan anjing yang menjilat kembali muntahannya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad).karena telah terjadi gharar (ketidaktentuan, uncertainty) dalam Asuransi Syariah. Sebab peserta tidak tahu dengan jelas apakah betul perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola, ataukah sebagai pengelola sekaligus sebagai pemodal ketika perusahaan menginvestasikan kembali dana premi ke pihak ketiga, dan seterusnya. Peserta juga tak tahu dengan jelas ke mana perusahaan asuransi akan menginvestasikan dana yang ada, apakah ke bank, bank konvensional atau bank syariah, ataukah melakukan re-asuransi ke perusahaan asuransi berikutnya, dan seterusnya. Adanya gharar ini berarti menegaskan keharaman Asuransi Syariah yang ada saat ini.
Kesalahan Islamisasi Asuransi
Melihat asal dari AsuransiKesalahan dari islamisasi asuransi ini adalah dari islamisasi asuransi itu sendiri.Karena pada zaman Rosulullah SAW. dulu tidak pernah ada yang namanya asuransi. Asurasni ini muncul dari barat artinya asuransi ini lahir dari sistem sekuler bukan dari Islam.Ketika semua hal yang lahir dari sistem sekuler-kapitalisme baik itu perbankan dan produknya dan juga termasuk asuransi di islamisasi. Maka, tidak akan pernah bisa lepas dari paradigma dasar dari mana semua itu muncul.
(disampaikan oleh Ukhti rusyda , 19 april 2017,MTRI Perry Park)
Editor : admin2 RSCC
#RemajaSmartClubCirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar