===================================
*ISLAM MELINDUNGI AHLU DZIMMAH*
Oleh: Ustadzah Dedeh Wahidah Achmad
Ketika syariat Islam ditegakkan di suatu negara, penduduknya bukan hanya muslim melainkan juga nonMuslim. NonMuslim yang menjadi rakyat suatu negara yang menerapkan syariat Islam disebut oleh para fuqaha sebagai kafir dzimmi. Semua penduduk tidak ada yang memiliki hak istimewa, semua diperlakukan sama tanpa memandang ras, agama, warna kulit, dll.
Terdapat beberapa hukum syariat Islam terkait kafir dzimmi, di antaranya adalah:
1. Muslim dan nonMuslim harus diperlakukan adil
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ [النساء/58]
“Dan apabila kamu menerapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (TQS. An-Nisa[4]:58)
وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [المائدة/42]
Dan jika kamu memutuskan perkara mereka (ahlul kitab), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil (TQS. Al-Maidah[5]:43).
2. Tidak boleh diganggu, difitnah, atau dipaksa terkait agama mereka. Mereka dibiarkan untuk menganut akidah dan ibadah menurut keyakinannya.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ [البقرة/256]
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat (TQS. Al-Baqarah[2]:256)
Dari Urwah bin Zubair, dia berkata, Rasulullah SAW menulis surat kepada penduduk Yaman:
إِنَّهُ مَنْ كَانَ عَلَى يَهُوْدِيَتِهِ اَوْ نَصْرَانِيَتشهِ فَاِنَّهُ لَا يُفْتَنُ عَنْهَا, وَ عَلَيْهِ الْجِزْيَةُ
Sesungguhnya siapa saja yang tetap sebagai Yahudi atau Nasrani maka tidak boleh difitnah, dia wajib mengeluarkan jizyah (Diriwayatkan dari Abu Ubaid).
Makna ‘la yuftanu’ adalah ‘la yukrahu ‘ala tarkiha bal yutraku ‘alaiha’, yakni tidak dipaksa untuk meninggalkannya (agamanya) namun dibiarkan tetap di dalamnya.
3. Tidak diwajibkan membayar zakat, namun diwajibkan membayar jizyah. Itu pun hanya diambil dari laki-laki yang sudah baligh sesuai dengan kemampuannya. Bila ia tidak mampu dan faqir maka tidak dipungut jizyah bahkan harus dinafkahi oleh baitul mal (kas negara).
حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ [التوبة/29]
“… sampai mereka membaya jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (TQS. At-Tawbah[9]:29)
Kata ‘an yadin dalam ayat itu bermakna ‘an qudratin (sesuai kemampuan).
Pada masa kekhilafahan Umar bin Khathab terjadi ijma’ sahabat bahwa jizyah diambil hanya dari laki-laki yang baligh, tidak dari perempuan dan anak-anak.
4. Sanksi hukum diterapkan dengan sama baik kepada Muslim maupun nonMuslim.
Rasulullah pernah menerapkan sanksi bunuh pada seorang Yahudi yang membunuh seorang wanita. Begitu pula, beliau SAW pernah menerapkan sanksi hukum bunuh pada seorang laki-laki yang membunuh seorang Yahudi.
5. Islam mewasiatkan agar bermuamalah dengan kafir dzimmiy dengan muamalah yang baik, seperti berteman, menolong, bahkan kaum Muslim wajib menjaganya, menjaga harta dan kehormatannya. Bahkan, negara menjamin sandang, pangan, dan papannya sebagaimana jaminan yang diberikan kepada kaum Muslim. Pelayanan masyarakat pun diberikan sama baik pada Muslim maupun nonMuslim. Rasulullah bersabda:
فُكُّوْا الْعَانِي يَعْنِي الأَسِيْرَ وَأَطْعِمُوْا الْجَائِعَ وَعُوْدُوا الْمَرِيْضَ
“Bebaskanlah tawanan, berilah makanan orang yang lapar, dan tengoklah orang yang sakit” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
6. Boleh muamalah antara kaum Muslim dengan kafir dzimmiy baik berupa jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, kerjasama bisnis, jaminan dan sebagainya tanpa ada beda dengan kaum Muslim.
Dulu Rasulullah SAW mempekerjakan penduduk Khaibar yang beragama Yahudi. Beliau juga membeli makanan dari orang Yahudi di Madinah, dan pernah menggadaikan baju besinya. Pernah juga beliau mengutus seseorang untuk menghutang dua baju pada seorang Yahudi. Semua ini menunjukkan bolehnya bermuamalah dengan kafir dzimmiy. Hanya saja semua aturan yang diterapkan tentu harus sesuai dengan aturan Islam.
Ringkasnya, kafir dzimmiy merupakan warga negara sebagaimana warga negara lainnya. Mereka memiliki hak pelayanan, hak pemeliharaan, hak jaminan kehidupan, hak diperlakukan dengan baik, hak berteman dan diperlakukan lembut, bahkan mereka berhak untuk turut berperang bersama dengan kaum Muslim melawan musuh, namun hal ini tidak wajib bagi mereka. Mereka dipandang sama kedudukannya dalam hukum, pengadilan, pelayanan masyarakat, penerapan muamalat dan sanksi sebagaimana kedudukan kaum Muslim, tanpa ada keistimewaan dan pembedaan. Misalnya, bila sekolah gratis maka gratis bagi semua, kesehatan gratis bagi semua, dsb. Wajib adil pada mereka sebagaimana wajib adil pada kaum Muslim.[]
_Dari berbagai sumber_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar